Kamis, 22 Januari 2009

Metroxylon sagu

Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) merupakan tanaman asli Indonesia yang diperkirakan berasal dari daerah Sentani Papua, dimana terdapat keragaman plasma nutfah yang paling tinggi. Daerah persebaran sagu meliputi wilayah tropika basah Asia dan Oceania. Sagu tumbuh terutama di daerah rawa, payau atau daerah yang sering tergenang air. Indonesia memiliki areal sagu yang cukup luas. Areal sagu terluas terdapat di Papua seluas 1,2 juta hektar dan Papua Nugini seluas 1,0 juta hektar yang merupakan 90% dari total areal sagu dunia (Flach 1997).
Sagu memiliki potensi sebagai sumber bahan pangan dan non pangan Hampir semua bagian tanaman, daun, batang dan pelepah dapat dimanfaatkan. Sagu sebagai bahan pangan dimanfaatkan sebagian besar dalam bentuk aci sagu yang dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan seperti mie, roti dan sirup. Pemanfaatan sagu sebagai bahan non pangan yaitu bioetanol, plastic biodegradable, bahan perekat, briket, bahan bangunan dan lainnya. Kandungan sagu yang paling banyak dimanfaatkan adalah pati yang terdapat dalam batang. Sagu merupakan tananaman penghasil karbohidrat (pati) yang memiliki produktifitas tinggi. Kandungan karbohidrat sagu dapat mencapai 700 kg pati basah per batang atau 15 – 25 ton pati kering per hektar per tahun (Flach 1997). Kandungan karbohidrat sagu lebih tinggi daripada beras (Djoefrie 1999). Aci sagu mengandung amilosa 27% dan amilopektin 73% (Flach 1997).
Sagu merupakan tanaman palma tahunan yang umumnya diperbanyak secara vegetatif dengan tunas anakan yang tumbuh di sekitar batang utama (induk). Perbanyakan sagu dapat dilakukan secara generatif yaitu dengan biji. Namun perbanyakan dengan biji jarang terjadi karena pada umumnya sagu dipanen sebelum masa reproduktif dan sebagian besar biji sagu tidak dapat berkecambah. Persediaan tunas anakan yang seragam merupakan hambatan utama dalam pembukaan perkebunan sagu (Jong 1995). Salah satu cara untuk memproduksi bahan tanam yang seragam dengan jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat adalah dengan teknik kultur jaringan atau kultur in vitro.

Tidak ada komentar: